Tugas perkembangan ini berkaitan dengan
hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan, yang berkewajiban untuk beribadah.
Ibadah ini misinya adalah untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan atau
kenyamanan, baik di dunia maupun di akhirat. Perkembangan moral, keimanan dan
ketakwaan ini merupakan tugas perkembangan yang penanamannya dimulai sejak usia
dini. Pada usia remaja, nilai-nilai moral, agama, dan karakter harus sudah diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
D.B.
Larson,dalam penelitiannya “religious Commitment and health” yang dikutip Dadang Hawari menyatakan, bahwa agama
(keimanan) amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak mudah “jatuh
sakit”, dan meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan. Agama
juga dapat berperan sebagai pelindung.
Pada
hakekatnya ada kebutuhan dasar kerohanian (basic spiritual needs) pada manusia.
Setiap orang membutuhkan rasa aman, tentram, terlindung (security feeling),
bebas dari rasa cemas, ketakutan, stress, depresi dan sebagainya. Bagi mereka
yang beragama kebutuhan ini dapat diperoleh lewat agama, sedang bagi mereka
yang sekuler dan mengingkarinya, menempuh lewat perilaku menyimpang. Untuk itu
pendidik, dihimbau agar tidak hanya mengajarkan ritual keagamaan saja, tapi
makna didalam ritual tersebut juga disampaikan.
Dalam
rangka membantu remaja dalam mengokohkan
atau memantapkan moral dan agama, maka sekolah dapat melakukan upaya-upaya
sebagai berikut:
- Personil sekolah sama-sama mempunyai kepedulian terhadap program pendidikan atau penanaman nilai-nilai moral dan agama, baik melalui proses belajar mengajar, bimbingan, pemberian dorongan, dan contoh/teladan baik dalam bertutur kata, berperilaku, perpakaian, maupun melaksanakan ibadah, dan pembiasaan mengamalkan nilai-nilai moral dan agama.
- Guru agama selayaknya memiliki kepribadian yang mantap, pemahaman dan keterampilan professional, serta kemampuan dalam mengemas materi pembelajaran, sehingga mata pelajaran agama menjadi menarik dan bermakna bagi peserta didik.
- Guru menyisipkan nilai moral dan agama kedalam mata pelajaran, sehingga peserta didik memiliki apresiasi yang positif terhadap nilai-nilai moral dan agama.
- Sekolah menyediakan sarana ibadah sebagai laboratorium rohaniah yang cukup memadai, serta memfungsikannya secara maksimal.
- Menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler kerohanian.